Bertahannya sebuah tradisi sangat tergantung tersedianya pelanjut dan adanya ruang untuk menampilkan tradisi. Nagari Silaut, Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan adalah tempat yang masih menyedikan ruang bagi eksisnya sejumlah kesenian lama. Salah satu tradisi unik yang masih bertahan adalah “ganday”. Kesenian tua ini hanya ada di Silaut dan senantiasa berupaya hidup menantang zaman.
Ganday merupakan tarian yang dimainkan oleh enam perempuan atau lebih dengan pakaian baju kurung dan selendang putih panjang melingkar di leher. Ganday diiringi musik yang terdiri dari gendang, serunai dan nyanyian dengan irama khas Silaut.
Siti Nurbaiti (60), penyanyi yang biasa mengiringi tarian ganday menyebutkan, tarian ganday sudah ada semenjak nagari Silaut menjadi pemukiman ratusan tahun silam. Tarian ini menceritakan kehidupan sosial masyarakat di Silaut dan termasuk juga kegembiraan muda-mudi di sana.
“Tarian diiringi musik gendang dan serunai ukuran panjang khas Silaut. Irama serunai tidak seperti serunai darek, namun khas serunai Silaut dengan tiupan dan bunyi mendayu. Ketukan gendangya tidak cepat dan disesuaikan dengan irama lagu. Ketukan gendang ini yang kemudian diikuti hentakan kaki penari,” katanya.
Seluruh lagu ganday menurutnya merupakan lagu yang diwariskan turun temurun.”Jadi tidak ada perubahan terhadap lagu dan lirik. Semua asli warisan nenek-moyang orang Silaut baik bahasa, syair dan logat. Kemudian isi lagu merupakan gambaran kehidupan masyarakat Silaut secara umum,”katanya.
Disebutkan Siti, dulu ganday ditampilkan pada pesta pernikahan, pesta atau alek nagari dan pada musim panen. Namun kini, ganday sudah tidak terpakai lagi dalam perhelatan nikah.”Meski demikian para pewaris ganday tetap berupaya kesenian ini bertahan,” katanya.
Sanwil Camat Silaut menyebutkan, tarian ganday saat ini memang sudah langka bahkan terancam punah, maka untuk antisipasi agar tarian tradisi tersebut tidak punah pihak kecamatan selalu memberi ruang untuk tampil pada kegiatan resmi.”Kami memberi kesempatan kepada seniman ganday untuk tampil pada kegiatan resmi pemerintah. Dengan demikian, ganday diharapkan tetap lestari dimasyakat Silaut.
Menurutnya, ganday adalah kesenian Silaut yang tumbuh dengan kakhasan nagari di ujung Pesisir Selatan.”Lagunya merupakan lagu berbahasa minang dengan dialek Silaut. Begitu pula alat musiknya yang memiliki ciri khusus dibanding alat musik minang yang kita kenal,” kata Samwil.
Samwil menyebutkan, di Silaut selain ganday juga masih bertahan kesenian rebana zikir. Begitu pula tempat untuk tampil masih sangat terbuka, diantaranya sebagai musik pengiring perhelatan besar di nagari dan kecamatan.
Syamwil menjelaskan, pihaknya selalu membuka ruang bagi grup rebana zikir untuk tampil pada perhelatan pemerintah.”Salah satunya adalah untuk musik pengiring rombongan,” katanya.
Hal itu dilakukan agar rebana zikir tetap dikenal orang banyak, karena persoalan yang sedang dihadapi rebana zikir di tempat lain berkurangnya peminat rebana ini.
“Maka di beri ruang bagi mereka. Selama ini penikmat rabana zikir adalah kaum tua. Tidak seberapa dari kalangan muda, kalaupun ada hanyalah mereka yang ingin melihat dan melakukan penelitian,” katanya.
Pendengar atau penikmat rabana zikir juga dituntut mampu menterjemahkan barzanji yang dilagukan. Oleh karena itu, tidak banyak pula orang yang mengerti ketika rabana dimainkan.
Dijelaskannya, untuk tampil maksimal, maka rabana banyak personil. Dengan jumlah yang banyak tersebut, akan merlahirkan improvisasi dan suara yang lebih berwarna. Begitu pula dengan animo penonton, akan lebih menarik bila jumlahnya lebih banyak .
“Dan yang terpenting menurutnya, dengan jumlah banyak, maka beban untuk menyelesaikan kitab barrzanji lebih ringan dan mudah. Barzanji bisa diselesaikan hingga dua malam. Namun tidak jarang saya hanya tampil dengan dua personil saja. Misalnya bila ada anggota yang berhalangan untuk hadir,” katanya lagi.(Haridman)