OLEH : HARIDMAN
Sumatera Barat atau Minang Kabau, kaya akan tradisi seni beladiri. Kita mengenal silek lintau, silek campo, silek harimau, silek pauh dan lain lain. Semuanya memiliki pewaris sendiri.
Di Pesisir Selatan (Pessel), tepatnya di kawasan Banda Sapuluah jenis silat yang menjadi pakaian anak nagari turun temurun adalah silek luncua. Bela diri ini dulunya dibawa dari Muara Labuh oleh imigran gelombang pertama. Kemudian berkembanglah silat tersebut di Air Haji, Punggasan, Balai Selasa, Kambang, Surantih hingga ke Batanga Kapas.
Silat jenis ini berbeda dengan silat harimau, silat pauh atau silat campo. Perbedaannya terletak pada jurus dan gerakannya. Silat harimau memiliki langkah gerakan memencak dan memerlukan ruangan atau lokasi luas untuk memainkannya,
Buyuang Nuruik (65), salah seorang guru silat di Kambang, Lengayang menceritakan, silat luncua memang berbeda dengan silat harimau, bahkan silat luncua dalam tempat atau ruangan sempit sekalipun bisa dimainakan. Jurus dan gerakannya sangat simpel dan praktis. Kunci silat luncua adalah kunci mati dengan memainkan sendi dan engsel, artinya lawan tidak diberi kesempatan bergerak. Ia bisa dipergunakan dalam situasi sesulit apapun apalagi terdesak. Disini mungkin salah satu kelebihannya sehingga bisa bertahan dan digemari generasi kegenerasi.
Jurus pertama yang dipelajari murid silat jenis ini adalah gelek. Gelek adalah suatu gerakan mengelak dari pukulan lawan. Posisi tubuh lurus, kemudian saat tinju hampir tiba, pesilat memutar 80 derajad badan. Gelek disilat luncua tidak menggunakan telapak tangan, akan tetapi tinju lawan dielakkan dengan dada dengan memutar badan seperti tadi.
Setelah gelek mahir, jurus selanjutnya adalah tangkap kiri dan kanan. Tangan lawan yang sedang memegang pisau ditangkap sedemikian rupa, sembari mengangkat kaki kanan dengan posisi punggung kaki berada di pelipatan lawa atau belakang dengkul.
Setelah menguasi tangkap kiri dan kanan, maka selanjutnya sang pandekar sudah bisa memainkan patah kanan dan kiri, karena tangkapannya sama, hanya saja setelah tangan lawan ditangkap dan punggung kaki berada di belakang lutut maka tubuh lawan didorong dengan kekuatan kaki diiringi dengan jepitan kaki satunya lagi dan posisi siku akhirnya berada dirusuk atau dibawah ketiak lawan.
Nuruik menyebutkan, jurus patah kiri dan patah kanan dilanjutkan dengan jurus ampok, alang babega, kabalai, sambuik ali, sambui sumbayang, sawuak, sandang.
Terakhir pesilat akan dilatih menggunakan sambui lima. “Inilah pemutusan kaji,” katanya menjelaskan.
Sambuik limo memerlukan ketelitian, kesigapan dan kegesitan, sebab dalam berlatih, biasanya pemain sudah diberikan pisau, parang atau benda tajam lainnya. Ia merupakan puncak dari pelatihan silek luncua.
“Biasanya, dari dua puluh orang yang belajar silat hanya satu atau dua yang bisa sampai ke sambuik limo,” kata Nuruik.
Pasalnya, untuk memahirkan satu jenis jurus saja makan waktu lama. Murid silat biasanya akan kesulitan mempelajari teknik teknik dasar silek luncua, karena ia rumit dan memerlukan kesiapan mental dalam berlatih.
Meski demikian silat jenis ini, samai sekarang masih digemari dan bertahan di Pesisir Selatan. Terkait sarat berlatih, biasanya ada aturan main yang harus diikuti calon murid, misalnya upacara membuka sasaran, balimau dan lain sebagainya. Pada akhir latihan atau pemutusan kaji juga ada tradisi yang harus diikuti.