Nagari Indrapura Kecamatan Pancuang Soal, Kabupaten Pesisir Selatan merupakan daerah bekas kesultanan islam masa lalu di pantai barat Sumatera. Sejumlah peninggalan kesultanan tersebut masih dapat ditemukan, misalnya makam sultan, bekas komplek istana. Sementara untuk keagamaan terdapat pula masjid agung.
Masjid Agung Indrapura berada dipinggir ruas jalan provinsi yang menghubungkan Pasar Indrapura dan Pasa Gedang Muaro Sakai. Sekitar 5 kilometer dari Simpang Tugu Indrapura. Tidak terlalu jauh dari Istana Mangkubumi Pasa Gedang.
Menurut penuturan warga di sana, masjid ini dibangun oleh Daulat Alam Tuanku Sembah Tuanku Balindung Sultan Muhammad Arifinsyah Gelar Sultan Muhammadsyah sekitar tahun 1840-1860. Tapi tidak ada catatan resmi sejak kapan masjid ini mulai dibangun. Masjid ini memiliki peran amat startegis untuk kepentingan da’wah dan pembinaan kahlak rakyat yang dipimpinnya.
Dari namanya terdengar sangat kental pengaruh Atjeh, dengan demikian, agama Islam di sini juga sangat dipengaruhi oleh kekuatan Atjeh dimasa lalu. Masjid ini berukuran sekitar 40 kali 40 meter. Sejumlah keperluan ummat menyelenggaran ibadah masih ada dan terjaga dengan baik.
Setelah memasuki gerbang, terdapat sebuah sumur tua yang masih dimanfaatkan hingga kini oleh jemaah untuk berwuduk. Batu – batu yang direkat semen dilingkaran cincin sumur tampak hitam dan mengkilap. Susunan batu sebesar kelapa sebagai bahan utama pembuat sumur itu tampak rapi dan berkualitas. Kuat dan kokoh. Sumur itu, konon berumur sama dengan umur masjid.
Masuk kedalam masjid, tampak arnomen di dalam bangunan itu masih asli. Hanya beberpa bagian saja yang direhab, misalnya pintu. Bagian dalam masjid didominasi warna hijau dan putih. Warna biru tersebut merupakan warna yang sengaja dipertahankan semenjak masjid didirikan.
Kemudian dibagian loteng dan bagian penting dari kubah juga merupakan bagian bangunan yang tetap dijaga keasliannya. Rongga kubah tampak lebar dan dilengkapi jenjang kuno untuk mencapai keatasnya. Jenjang kuno itu terbuat dari besi dengan bentuk yang unik. Dirongga kubah bagian tengah terdapat lantai terbuat dari papan. Sebelum ada pengeras suara, tukang bang mengumandangkan azan dari puncak kubah tersebut.
Kubah Masjid Agung, juga tidak pernah diubah bentuknya semenjak berdiri. Kubahnya terbilang unik, tinggi dan bebentuk bunga kecubung terbalik dan berwarna hijau tua. Dari luar tampak, kubah itu terdiri dari dua bagian. Bagian bawah kubah dan bagian utama kubah. Meski demikian, bentuknya sangat serasi dan seimbang dengan badan masjid.
Kini masjid itu tetap hidup dengan berbagai aktifitas. Shalat lima waktu, pengajian anak TPA, dan kegiatan yang menyemarakkan malam malam ramadan.(Haridman)