Kotobaru, Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu pusat peradaban masyarakat Nagari Kambang. Sebagai pusat peradaban, Koto Baru memiki sejumlah kelebihan dan keunikan dari kampung lainnya di Kecamatan Lengayang. Mulai dari bangunan, tatanan adat hingga kuliner.
Letak Kotobaru sangat strategis, posisinya tepat di tengah Nagari Adat, oleh karenanya dengan bijak para pendahulu nagari ini menjadikannya ibu nagari. Di sini terdapat mesjid yang menjadi pusat penyebaran islam di Kambang, di sini dulu juga terdapat sebuah balairung tempat para pemangku adat melakukan rapat dan menyelesaikan permasalahan anak keponakan. Kedua terletak dalam kawasan Balai Kamih.
Bisa dibayangkan betapa dulunya tempat ini menjadi begitu sangat penting. Dengan posisinya sebagai pusat nagari dan pusat perekonomian, maka wajar kiranya berbagai kebutuhan pengunjung yang berasal dari tempat yang jauh di sana telah berkembang usaha makanan. Balai Kamih menjadi sentra makanan di nagari Kambang tempo dulu.
Tidak tanggung – tanggung, keunikan yang amat terasa bila kita masuk kekawasan ini adalah adanya nama unik yang diberikan pada suatu tempat. Penamaan sejumlah tempat di Kotobaru justeru berkaitan erat dengan makanan khas. Misalnya, Tanjuang Kue Talam, Tanjuang Lopak, Tanjuang Katupek dan lain lain. Apa pasal, pada tempat yang diberi nama dengan nama makanan tersebut, di sanalah dulunya pusat kuliner di Kotobaru yang hari pasarnya jatuh pada setiap Kamis. Sepertinya pedagang makanan sudah diatur tempatnya sesuai dengan jenis makanan yang di jual.
“Ngomong – ngomong” soal kuliner atau soal makanan, maka salah satu makan yang tersohor itu tidak hanya putu Kambang, lopak, kue talam, namun pernah di sini berjaya makananan yang disebut katupek gulai pakih (ketupat gulai paku). Orang – orang tua, bila mengingat Balai Kamis maka yang terlintas di alam fikirannya adalah katupek gulai pakih. Nama besar katupek gulai pakih Balai Kamih tidak hanya dikenal oleh masyarakat Kambang atau masyarakat Lengayang saja, akan tetapi sudah terlanjur tersohor ke berbagai tempat.
Orang Kambangpun, bila ia merantau jauh, bila mengingat Balai Kamih Koto Baru Kambang, yang paling diingatnya adalah katupek gulai pakih tersebut. Katupek gulai pakih Balai Kamih kadang memanggil perantau untuk pulang kekampung. Demikian katupek gulai pakih melegenda menjadi makanan khas di Nagari Kambang hingga kini. Peminatnya masih sangat banyak dan masih menjadi ladang pekerjaan yang bagus bagi yang menjualnya.
Ada apa dengan katupek gulai pakih Balai Kamih? Jawabannya mungkin terletak pada adonan dan bumbu – bumbu yang dipakai untuk membuat makanan khas tersebut. Bila ditempat lain punya makanan yang sama, namun belum tentu sama racikan bumbunya dengan katupek gulai pakih Balai Kamih.
Wati (45) pedagang katupek gulai pakih di Kotobaru menyebutkan, katupek gulai pakih di Kotobaru memiliki cita rasa yang sama. Ini dikarenakan, teknik pembuatan dan racikan bumbu diwarisi dari orang yang sama. “Tidak akan dibeli orang, bila cirikhas dan cita rasa katupek gulai pakih diubah atau dimasukkan bumbu – bumbu lain,” katanya.
Mulai dari pembuatan katupek. Jangan sekali kali memalsukan katupek, misalnya menggantinya dengan lontong biasa. Katupek harus benar benar dibuat dari daun kelapa yang baik. Daun kelapa yang baik akan menghasilkan aroma dan warna yang khas pada katupek. Cita rasa katupek ini tidak bisa dipalsukan oleh bahan apapun, begitu pula teksturnya. Katupek yang baik adalah katupek yang padat dan tidak lembek. Biasanya bila di buka daun kelapanya, warna katupek pada bagian luar akan menjadi sedikit kehijauan, warna inipun tidak bisa di jiplak dengan bahan lain.
“Jadi katupek harus benar – benar dijaga sebelum dijual ke konsumen. Dan jangan sampai, katupek terlalu lama digunakan setelah ia masak. Katupek yang terlalu lama digunakan akan merubah rasa dan bau katupek,” kata Wati menjelaskan.
Selanjutnya terkait dengan gulai pakih. Menurutnya, tradisi pembuatan gulai pakih dimulai dengan memilih pakih (paku) yang baik, biasanya ia memesan dari petani yang sudah menjadi langganan. Mempercayakan pakih pada seseorang guanya untuk menjaga kualitas pakih dan menghilangkan kekhawatiran akan adanya kecurangan pada penjual pakih.
“Selanjutnya, terkait dengan bumbu, biasanya saya sudah memiliki takaran tersendiri. Yang penting ada keseimbangan antara bumbu bumbu dengan paku dan kuah yag dihasilkan. Agar harum dan terasa mantap biasanya, gulai pakih ditambah dengan cabai rawit, ini sekaligus penggugah selera,” katanya.
Gulai pakih tidak hanya sebatas pada perpaduan bumbu -bumbu, namun tradisi yang bertahan hingga kini, gulai pakih harus ada udang air tawar yang hidup kawasan hulu Batang Lengayang. Udang juga merupakan salah satu bagian penting pada katupek gulai pakih Kotobaru. “Dan tidak akan dibeli orang, bila katupek tidak menyajikan gulai paku campur udang. Bila adonan gulai pakih telah sedemikan adanya, maka katupek gulai pakih akan diserbu pembeli,” katanya.
Dulu menurutnya, ketika Balai Kamih masih jaya, katupek gulai pakih menjadi rebutan pengunjung balai. Soalnya, banyak pedagang yang bermalam sebelum hari pasar. Sementara bagi warga yang datang dari hulu menggunakan sampan atau rakit dan jalan kaki saat tiba di Balai Kamih dalam keadaan lapar, dan katupek gulai pakih menjadi makanan utama mereka. (HARIDMAN)